top of page

Chapter 1: Mengenal Yesus

Ketika aku 5 tahun...

Ingatanku samar-samar.

Tapi jika aku memanggil kembali kenangan masa kecilku, aku teringat sebuah double bed di tengah-tengah sebuah kamar. Di ujung sepreinya menempel bulu-bulu anjing, karena Opa dan Oma tidur dengan anjing-anjingnya di ujung kaki mereka.

Aku ingat, buku-buku cerita bergambar dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Oma sering menceritakannya kepada kami, cucu-cucunya sebelum tidur. Terkadang Opa suka menimpali dan menambah-nambahkan ceritanya. We’d giggle and laugh everytime he did.

Oma would read us any kinds of story. Tapi favoritku adalah cerita mengenai tokoh-tokoh di Alkitab. Terutama mengenai Tuhan Yesus. Oma sering memberikan bukunya kepadaku setelah selesai membacakannya. Ada satu seri yang aku koleksi, judulnya Alice Di Dunia Alkitab. Sekarang buku itu sudah kujilid menjadi satu dan kusimpan dengan baik.

Aku suka banget denger cerita tentang Tuhan Yesus. Aku ingat, satu kali saat aku sedang mampir ke kamar Oma, aku melihat satu pajangan tergantung di kamarnya. Bentuk pajangannya seperti scroll yang terbuka dan di situ ada sebuah ilustrasi jejak kaki. Di bagian atas terdapat gambar 2 pasang jejak kaki di sebuah gurun, tetapi semakin kebawah, jejak kakinya menjadi satu pasang saja. Oma melihatku memandangnya, jadi dia menceritakannya kepadaku.

“Itu cerita tentang seseorang yang sedang dalam perjalanan yang jauh. Ia berjalan di padang gurun bersama Tuhan Yesus. Di awal perjalanan, dia masih baik-baik saja. Tetapi lama-kelamaan dia merasa lelah, dan perjalanan menjadi semakin berat. Di padang itu, tidak ada air, makanan juga susah dicari. Ia melihat ke bawah, dan hanya melihat sepasang jejak kaki. Dengan sedih dan kesal ia mengeluh,

Ia berkata, ‘Tuhan, katanya Kau akan terus bersamaku, tapi kenyataannya sekarang aku berjalan sendirian. Di mana Engkau?’ Ia merasa sedih sekali.

Tapi lalu, Tuhan menjawab, ‘Aku di sini bersamamu.’

Ia tidak percaya karena ia masih hanya melihat sepasang jejak kaki saja.

Hei, coba kamu perhatikan dengan benar. Aku di sini bersamamu.

Mendengar Tuhan berkata seperti itu, ia memastikan kembali. Ia masih hanya melihat sepasang kaki saja.

AnakKu, coba kamu lihat, langkah itu bukan milikmu, tapi milikKu. Tidakkah kamu tahu aku menggendongMu sepanjang perjalanan ini? Aku tahu ini berat bagiMu, tapi Aku tidak ingin kamu berhenti. Jadi tanpa kamu sadari, Aku sudah menggendongmu daritadi.’

Hatiku berdegup kencang dan mataku berbinar. Lebih berbinar lagi waktu Oma-ku menutupnya dengan mengatakan kepadaku, “Itu Tuhan Yesus, Wanda. Dia ga pernah ninggalin anak-anakNya. Dia juga ga pernah ninggalin Wanda karena Dia sayang sama Wanda.”

Allah itu Kasih. Sebelum Wanda tahu soal Allah, Allah udah lebih dulu mengasihi Wanda.”

Sejak hari itu, aku yakin banget. “Ini dia. Ini yang aku mau.”

Aku tidak bisa berhenti mengagumiNya.

Perasaanku selalu meluap-luap memikirkanNya, pikiranku dipenuhi dengan rasa ingin tahu, dalam benakku selalu terbersit kata-kata yang penuh rasa kagum, “Aku mau deket sama Tuhan Yesus. Aku mau kenal Tuhan Yesus.” “Tuhan Yesus keren banget!” “Aku mau sama Tuhan Yesus.”

Hatiku mantap.

Aku yakin banget, nanti waktu Papa dan Mama minta aku memutuskan, aku akan pilih Kristen.

Karena aku mau Tuhan Yesus.

Bersambung...

bottom of page